Rabu, 26 November 2008

HATI-HATI... PANITIA OSPEK BISA DIPIDANA...

PRESS RELEASE

PANITIA ORIENTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS(OSPEK) INKONSTITUSIONAL DAN MELANGGAR HAK ASASI MANUSIA

Oleh MAHMUD ZAMZAMI[1]

OSPEK (orientasi study dan pengenalan kampus) adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa baru untuk dapat mengikuti perkuliahan dengan baik (terutama untuk membentuk paradigma yang akademis, sehingga tidak hanya bicara tentang gossip dan asumsi saja) dan mengenalkan kampus yang mereka tempati seperti apa.

Namun dalam pelaksanaan OSPEK di UNIJOYO, tampaknya hal tersebut dipenuhi oleh serangkaian pelanggaran. Bentuk-bentuk dari pelanggaran itu dicerminkan dari tindakan-tindakan agresif yang dilakukan oleh panitia selama masa ospek, antara lain penugasan-penugasan yang tidak mendidik dan cenderung irrasional. Sebagai contoh adalah penugasan untuk membuat keplek dan kelengkapan-keplengkapan lain yang tidak manusiawi(merendahkan harkat dan martabat manusia).

Selain itu kepanitiaan ini Inkonstitusional, karena telah nyata-nyata tidak sesuai atau melanggar ketentuan-ketentuan mengenai ospek, yaitu dalam Surat Edaran DIRJEN DIKTI No. 5/1995. Dalam surat edaran tersebut menyatakan dengan jelas bahwa kegiatan ospek haruslah bersifat akademis dan mendidik, dan tidak boleh mengandung unsur kekerasan dalam bentuk apapun. Sehingga segala kegiatan ospek yang berbau perpeloncoan tidak boleh dilakukan. MENDIKNAS bambang sudibyo pada tanggal 13 april lalu menegaskan pelarangan perpeloncoan itu, Menurut Mendiknas, kekerasan tidak hanya bertentangan dengan hak asasi manusia, tetapi juga menafikan tujuan mulia pendidikan untuk membentuk generasi muda dan pemimpin bangsa yang cerdas, intelektual, emosional, dan spiritual.

Sementara itu, Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional Satryo Soemantri Brodjonegoro menegaskan tidak ada lagi tempat untuk mengenalkan kampus kepada mahasiswa baru melalui perpeloncoan. “Pelarangan itu bukan semata-mata karena adanya korban, tetapi lebih dari itu, tak banyak manfaatnya,” katanya.

Satrio mencontohkan pemberian tugas yang kelewat banyak dan aneh, pemberian hukuman fisik, atau perlakuan kasar seperti membentak, mencaci maki mahasiswa baru, sama sekali tidak dibenarkan. Dia menjelaskan, pengenalan kampus atau Ospek bukan hal yang wajib dilakukan. (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0704/14/nas05.html)

Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi X DPR Anwar Arifin, beliau mengimbau para rektor di perguruan tinggi mengawasi secara ketat kegiatan masa orientasi penerimaan mahasiswa baru di kampus mereka.

"Biar semua kegiatan terpantau. Kalau ada tindakan kekerasan terhadap mahasiswa baru yang dilakukan mahasiswa senior, bisa langsung dicegah atau ditangani," kata Anwar kepada okezone saat dihubungi melalui telepon, Selasa (22/7/2008).

Anwar melanjutkan, aturan pengawasan ketat yang dilakukan oleh rektor pada dasarnya sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

"Sehingga kalau dosen tidak melakukan pengawasan, jatuh korban, tetap mereka yang bertanggung jawab secara hukum. Mereka kena pidana," kata Anwar. (okezone.com)

Perpeloncoan kepada mahasiswa baru itu sangatlah tidak sesuai di lingkungfan akademik. Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Idrus, Selasa (10/4) siang. Mengatakan bahwa perpeloncoan bukanlah model budaya pendidikan Indonesia. Itu warisan kolonial Belanda yang tidak boleh lagi diterapkan di lingkungan pendidikan. (www.menkokesra.go.id)

Papalia, (2004) menyatakan bahwa perpeloncoan adalah perilaku agresif yang disengaja dan berulang untuk menyerang target atau korban, yang secara khusus adalah seseorang yang lemah, mudah diejek dan tidak bisa membela diri. Ada 5 kategori perilaku perpeloncoan tersebut, yaitu :

1. Kontak Fisik Langsung

Perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain

2. Kontak Verbal Langsung

Perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.(termasuk membentak)

3. Perilaku non-verbal langsung

Perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah seperti melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh perpeloncoan fisik atau verbal.

4. Perilaku non-verbal tidak langsung

Perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.

5. Pelecehan seksual

Perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah perilaku-perilaku yang dapat dikategorikan sebagai perilaku agresi fisik dan bisa juga verbal.

Ospek yang dilakukan dalam bentuk kegiatan akademik seperti pengenalan kampus ditegaskan dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Dikti. Kegiatan akademik yang dimaksudkan di situ adalah kegiatan yang bersifat mendidik dan memberi manfaat. Misalnya, pengenalan kampus, pengenalan dosen, staf dan tenaga pengajar lainnya. Juga pengenalan cara kuliah yang baik. Semuanya harus dikemas tanpa ada unsur perpeloncoan.

Depdiknas sudah menyatakan bahwa Ospek dengan semangat perpeloncoan sudah dihapus dengan SE Dirjen Dikti Nomor 5/1995. SE itu juga mengharuskan ospek dilakukan dengan lebih lunak dan dikoordinasikan di bawah Pembantu Rektor (Purek) III di tingkat universitas, dan Pembantu Dekan (Pudek) III di tingkat fakultas atau jurusan. (www.suarapembaruan.com)

DAMPAK DARI KEGIATAN PERPELONCOAN

Perpeloncoan Hancurkan Kecerdasan Emosional

Sebenarnya tradisi perpeloncoan tidak ada sangkut-pautnya dengan pendidikan. Yang terjadi, kekeliruan interpretasi, sehingga seolah-olah perpeloncoan bagian dari pendidikan. Celakanya, kalangan pemangku kebijakan selalu lamban berpikir dan belajar dari kesalahan atau kekeliruan interpretasi tersebut.

Tradisi perpeloncoan bisa berdampak pada hancurnya kecerdasan emosional seseorang. Padahal kecerdasan emosional lebih penting daripada kecerdasan intelektual. Demikian diungkapkan pakar pendidikan, Prof Dr Winarno Surakhmad dan Dosen Child Development pada Tabor Teacher College Australia, Lucia Indrakusuma.

Mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu menegaskan, kekeliruan interpretasi atas konsep pendidikan di kampus yang masih menerapkan perpeloncoan dengan kekerasan, mengakibatkan distorsi. Pembentukan sikap kepribadian melalui benih balas-membalas tentu saja bisa berujung pada dendam. Winarno mengatakan heran sebab pembelajaran dengan cara bergembira ria justru tidak dilihat sebagai metode yang baik.

*Bentuk Agresi*

Sementara itu, Lucia Indrakusuma mengatakan, pelonco, disebut juga pelecehan, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah bullying, adalah suatu bentuk agresi yang dilakukan oleh seseorang yang berada di posisi kuat dengan menekan yang lemah. Hubungan ini tidak sehat karena tiadanya respek dalam relasi tersebut.

Lucia menyebutkan, dampak dari perpeloncoan sangat tidak produktif. "Dampaknya sangat merusak kecerdasan emosional (EQ, /emotional quotient/) siswa, sehingga konsep diri korban menjadi terpuruk, kehormatan diri tercabik-cabik. Dampak berikutnya, korban bisa trauma, takut ke kampus, gangguan mental jangka panjang, hingga yang paling fatal, hilangnya nyawa. Padahal kecerdasan EQ dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual,".

Senada dengan itu, psikolog dari Universitas Indonesia Shinto B Adelaar, Selasa, mengatakan, suasana kekerasan dalam pendidikan akan memicu munculnya kekerasan ketika orang itu terjun ke masyarakat. "Kekerasan itu ibarat rantai yang akan terus berlanjut. Orang yang mengalami kekerasan akan menjadi pelaku kekerasan. Bayangkan bagaimana kalau seorang calon pemimpin dididik dengan kekerasan, maka setelah menjadi pemimpin tentu dia akan memimpin dengan cara kekerasan,".

Dikatakan, budaya kekerasan dalam menyelesaikan persoalan tidak cocok lagi dilakukan di era demokrasi. Selain itu, orang yang terbiasa dengan kekerasan cenderung mengatur orang juga dengan kekerasan. (yahoogroups)

ANALISIS HUKUM

Dalam pelaksanaan ospek di universitas trunojoyo sangatlah jelas telah tidak sesuai dengan rule/aturan-aturan yang telah ada (inkonstitisional), dan melanggar hak-hak asasi manusia. Aturan-aturan yang dilanggar antara lain:

Undang-Undang Dasar 1945

1. Pasal 28B ayat 2 (setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi);

Dalam undang-undang no 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 1 point 5 mendefinisikan anak adalah manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah;

2. Pasal 28E ayat 2 (setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap sesuai dengan hati nuraninya);

3. Pasal 28 G ayat 1 (setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi);

4. Pasal 28J ayat 1 (setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara).

Undang-Undang No. 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

1. Pasal 1 point 1 (Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia);

2. Pasal 3 ayat 1 (Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati murni untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan);

3. Pasal 3 ayat 3 (Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi);

4. Pasal 4 (Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun);

5. Pasal 9 ayat 2 (Setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin);

6. Pasal 11 (Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak);

7. Pasal 12 (Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia);

8. Pasal 29 ayat 1 (Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya);

9. Pasal 30 (Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu);

10. Pasal 33 ayat 1 (Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya);

11. Pasal 67 (Setiap orang yang ada diwilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia);

12. Pasal 69 ayat 1 (Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, bebangsa, dan bernegara);

13. Pasal 74 (Tidak satu ketentuanpun dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini).

Apabila terjadi suatu penganiayaan/kekerasan fisik maka telah diatur dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)------[berarti mempunyai konsekuensi pidana]

Pasal 351

Ayat 1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.…

Ayat 2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun;

Ayat 3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;

Ayat 4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

Pasal 352

Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan.

Dari berbagai dasar hukum diatas tentunya sudah kita lihat bahwa penugasan-penugasan yang irrasional, tidak mendidik dan tidak akademis minimal telah merendahkan harkat dan martabat kemanusiaanya, belum lagi apabila terjadi kekerasan fisik, maka jelaslah bahwa hal tersebut melanggar hak-hak asasi manusia.

Apabila dalam kegiatan ospek masih mengenal dan menjalankan perpeloncoan(termasuk bentakan) kepada mahasiswa baru, maka akan ber-imbas tidak baik untuk perkembangan ESQ mereka, lantas mau jadi apa generasi mahasiswa UNIJOYO di masa yang akan datang.

Sebagai bahan referensi, bahwa di universitas-universitas lain yang “sudah mapan” ambil contoh di UNAIR, UNHAS, UNIBRAW, UI, UNPAD dll. sudah tidak lagi menjalankan konsep orientasi mahasiswa seperti di trunojoyo. Akhirnya saya menjadi heran, apa yang dijadikan dasar untuk panitia ospek melakukan perpeloncoan ini yang tidak sesuai dengan kehidupan kampus sebagaimana mestinya.

Dari observasi saya(hasil wawancara) dengan panitia ospek, bahwa mereka tidak mengetahui akan adanya Surat Edaran DIRJEN DIKTI No. 5/1995 yang melarang adanya tindakan-tindakan perpeloncoan dalam kegiatan ospek, dan mengatur tentang bagaimana seharusnya ospek tersebut harus dilakukan, seperti harus dilakukan secara akademik yaitu mendidik dan memberi manfaat.

Mengenai hal ini saya lebih heran lagi (aneh bin ajaib), karena bagaimana mungkin panitia bisa meng-OSPEK dengan benar jika mereka tidak mengetahui aturan-aturannya. Contoh klisenya seperti ini: bagaimana mungkin seorang ustadz mengajari cara sholat yang benar kepada santrinya jika si ustadznya tidak tahu bagaimana cara sholat???. Bisa jadi caranya ditentukan oleh ustadznya sendiri alias ngawur dan hanya berdasarkan atas ego pribadinya sendiri!!!!! JIKA YANG DIJADIKAN TARGET OLEH PANITIA ADALAH ADANYA PEMBERONTAKAN NGAWUR, MENURUT SAYA ITU SUDAH KUNO ALIAS TIDAK RELEVAN, KARENA TAHUN 2008 INI TUKANG DEMO YANG MENGANDALKAN OTOT DAN SUARA LANTANG SUDAH BANYAK, YANG HAMPIR PUNAH NAMUN MENJADI RUH DARI PERGERAKAN MAHASISWA ADALAH MAHASISWA YANG KRITIS, ANALIS DAN AKADEMIS (biasanya tukang nyari data dan fakta). Sehingga mahasiswa benar-benar bisa menjalankan TRI FUNGSINYA (Social Control, Man of Analisis, dan Agent of Change), karena TRI FUNGSI ini tidak dapat dijalankan kalau mahasiswa tidak ber-paradigma KRITIS, ANALIS DAN AKADEMIS pun seandainya mereka melakukan aksi, bukanlah merupakan aksi yang konyol (seperti yang sering terjadi) ketika hanya teriak-teriak, main massa, ngomong gossip dan asumsi tapi tidak punya data-data yang cukup dan otentik.

REVOLUSI….. REVOLUSI…..

REVOLUSI SAMPAI MATI…..

JIKA ANDA MERASA MENJADI SEORANG MANUSIA, DAN INGIN DIMANUSIAKAN OLEH ORANG LAIN, MAKA MANUSIAKANLAH ORANG LAIN.

JIKA TIDAK TAHU, MAKA CARI TAHULAH, JANGAN BERBUAT DHOLIM.

SELAMAT DATANG MAHASISWA BARU UNIVERSITAS TRUNOJOYO, DITANGAN KALIAN TERGENGGAM ARAH BANGSA…. INI RUMAH KITA, AYO… KITA BERSAMA-SAMA BERJUANG DAN MENGHARUMKAN NAMA KAMPUS KITA DENGAN KARYA….

KAMPUS TANEYAN LANJANG…. THE POWER OF BLUE

NB (nebeng berita): FOTO-FOTO ORMABA BISA ANDA DOWNLOAD DI www.friendster.com/balesono

Email: goes_moed@yahoo.co.id

mohon maaf kepada pihak-pihak terkait yang merasa tersinggung dengan tulisan ini, tujuan saya hanya satu yaitu UNIJOYO harus berubah menjadi lebih baik dan meninggalkan budaya-budaya kekerasan di kampus taneyan lanjang.



[1] Mahasiswa FH-UNIJOYO yang sedang study di FH-UI, Crew Voice of Law, Anggota komunitas DeSaH, Anggota Tiga Serangkai, Anggota Forum Mahasiswa Tulungagung (FORMäT), dan Anggota DPM UNIJOYO 2008 - 2009 [085648874471]

2 komentar:

Deni kusuma fajri mengatakan...

SETUJU MARI KITA BEBASKAN MABA DARIPENINDASAN

Unknown mengatakan...

betul..!!